kamease.com
Salah seorang Putra Samalanga Kabupaten Bireuen, di sisi lain juga
pendiri Lembaga Aceh Bersatu (LEMBATU ) dan penggiat berbagai Lembaga
Swadaya Masyarakat di Kabupaten Karimun Kepri, sosok yang tenar disapa
tengku ini punya ide dalam membangun perubahan Aceh terutama Kabupaten Bireuen yang lebih
baik.
Julukan Bireuen sebagai Kota Santri
bukanlah hanya bisa memakai kain sarung tiap hari Jum’at, namun harus
mampu memberikan contoh yang baik dalam pelayanan public dan membangun
imag yang baik ke masyarakat agar di Kabupaten Bireuen hidup suasana
sebagai Kota Santri.
Tengku Munawar pernah
berkata, proses memperbaiki ini yang disebutnya sebagai tanggung jawab
ilmuwan, atau yang perpengetahuan, tentu dengan bekal kompetensi,
jaringan internal dan eksternal termasuk komunikasinya dengan
tokoh-tokoh Masyarakat di daerah dalam Kabupaten Bireuen.
Melihat
dampak yang timbul dari julukan Bireuen sebagai Kota santri seolah
biasa saja,seharusnya program selanjutnya yang dibangun yakni disektor
Pendidikan. Ia mengatakan pendidikan yang diatur dengan baik untuk
melahirkan generasi penerus yang baik.
Pendidikan
yang dimaksud oleh Teungku Munawar SPdI adalah Pendidikan Non Formal
yang standar untuk di Kabupaten Bireuen, sehingga bisa dilaksanakan di
setiap desa dengan menggunakan pasilitas desa, sehingga anak-anak ada
pembinaan di setiap desa,maka dengan demikian akan hidup suasana kota
santri di Kabupaten Bireuen.
Sementara itu ia juga
menyebut persoalan kendala dalam penerapan Standarisasi Pendidikan
Nonformal di Bireuen. Ia mengaku telah melihat daerah lain sehingga
dapat membandingkan kerumitan untuk penerapan di Kabupaten Bireuen.
1.
Kendala pertama, adanya orang yang tidak suka bila orang lain lebik
baik daripadanya, sehingga bila ada orang yang berbuat baik akan
mengusik kenyamanannya. Namun kalau ada yang berbuat tidak baik dia
aman-aman aja seolah tidak ada kejadian dan orang tersebut tidak akan
mau bila diajak untuk berbuat bersama untuk yang baik, tapi bila dia
yang ajak seolah kita akan berdosa besar karna tidak mau mengikuti dia
karena dia mengajak untuk kebaikan ( kebaikan yang dimaksud adalah yang
dianjurkan dalam Islam ).
2. Kendala yang kedua adalah, karena kebanyakan masyarakat di Aceh maunya yang instan, sehingga apapun yang kita lakukan kalau prosesnya panjang dan memakan masa yang lama, akan susah untuk bisa terlaksana, memang karakter orang yang suka terhadap yang instan itu memiliki sifat yang cepat bosan.